Blogger Widgets

Minggu, 03 Februari 2013

Biarkan Hati Berkata Part 5


BIARKAN  HATI BERKATA *part 5*
Hari-hariku benar-benar berubah, semenjak kedatangannya dalam hidupku, ia selalu datang hadirkan segenap cinta yang dimilikinya, setiap hari ia ingatkan makan, sholat, mandi bahkan dari bangun tidur sampai beranjak tidur lagi ia selalu menemaniku. Hah... jika seperti ini terus dilakukan, apakah tidak membosankan? Ah... malas aku berpikir tentang itu. Tuhan, kumohon berikanlah aku waktu tuk merasakan cintanya seutuhnya, jangan cepat Kau hilangkan cinta ini sebelum kami berhasil menyatukan cinta kami hingga batas akhir hayat kami.
Tapi terkadang problematika hadir, ikut campur dengan kisah ini lalu merusak suasana hati. Ketika banyak orang berkata ini itu, bahkan perkataan yang menyayat hati pernah kudengar sendiri, kata-kata itu lebih pedas daripada cabai rawit dan lebih pahit daripada racun. Ia bagai petir yang menyambar hatiku, membuatku merasa remuk redam. Selama ini aku telah terbiasa dengan sepi dan kesendirian. Bila aku gagal menjelaskan perkara yang sebenarnya, aku pasti akan berteman kembali dengan kesendirian. Aku tak ingin mereka membenciku karena ketidaktauan, tetapi aku masih akan tetap tersenyum dibalik cara pandang mereka, mereka hanya salah meneliti bukan karena salah kami meniti.
Malam yang dibusanai dengan mendung ini membuatku tak bisa memejamkan mata. Bukan perkara mudah untuk memejamkan mata kalau pikiranku masih dipenuhi olehnya. Besok akan ada cerita apa lagi, itu yang ada di otakku. Yaahh.. aku hanya dapat membayangkan agar esok menjadi hari yang mengagumkan.
Matahari mulai memahkotai dirinya dengan sinarnya setelah memintai bulan beristirahat di peraduan. Baris-baris sinarnya yang mulai putih pucat memberi salam pada daun-daun dan selarik sinarnya mengecup bibir bunga hingga terbangun dari tidurnya. Kuncup-kuncup kembang terbuka, memepersilahkan embun agar beristirahat dipeluk tanah. Kabut-kabut tipis yang menyelimuti perbukitan mulai merapatkan barisan, lalu melebur bersama alam, sirna bersama kehadiran wajah bulat mentari.
Perasaan yang tak mampu aku mengatakannya telah hadir di siang ini. Lelaki itu menemaniku lagi. Makan bersamanya adalah moment yang kami lakukan siang ini.
 “hey, lihat makanmu, seperti anak kecil!”  Tangannya ikut nimbrung di samping bibirku.
“Hah... apa kau bilang?”
“Belepotan seperti itu, sikap seseorang bisa dilihat dari cara makannya!”
Hah... lalu sikap macam apa aku ini
“Berhentilah mengomentariku, dan habiskan makananmu!”
“Ahhh.. aku tidak suka kubis lalu apa ini, ih aku tidak suka terung!”
“Dasar suka pilih-pilih makanan, coba kau lihat aku, aku memakan sayur-sayuran ini karena aku suka!”
“Yasudah, ini utukmu!”
“Tidak! aku sudah kenyang!”

Bersamanya selalu kutemui hal-hal bawel yang menyenangkan.

“huhuhuhu, kenapa kelapaku hanya ada airnya saja!” Aku mengomel
“Ini, kelapaku banyak dagingnya, ini untukmu saja!”
Usai makan yang super bawel itu, kami duduk memandang indahnya telaga buatan yang ada di depan kami ini.
“Kenapa waduknya sekarang jadi sempit ya... dulu waktu aku masih kecil waduknya luas,”
“Itu karena kau sekarang sudah besar!”
“Aahhh.. dulu aku pernah ke sini bersama keluargaku, waduknya masih luas dan banyak orang memancing di sini.”
“Sudah kubilang, kau sekarang sudah besar!”
“Dulu waktu aku masih kecil, saat duduk disekolah dasar, aku sering menyisihkan jajanku untuk ibu.” Sesaat kami terdiam, aku menoleh ke arahnya yang sedang duduk di sampingku. “Aku rindu saat bersama ibu, aku pernah naik perahu besama ibu. Aku ingin sekali membonceng ibu naik motor, aku ingat saat ibu mengantarkanku ke sekolah, ibu selalu memboncengkanku naik sepeda dan aku bilang padanya jika aku sudah bisa mengendarai motor, akan kuboncengkan ibu. Sekarang aku sudah besar, aku sudah bisa membonceng ibu tapi kenapa ibu begitu cepat meninggalkanku. Aku sangat merindukan ibu.”
Aku menatapnya dengan iba, lalu ia seperti menahan air mata. Kalau mau menangis, menangislah. Aku masih disampingmu, masih bisa kau buat bersandar. Namun selayaknya seorang lelaki ia tak mungkin terlihat lemah, apalagi di depan wanita. Tapi sekuat-kuatnya lelaki, ia pasti akan lemah jika mengingat ibunya. Hari ini adalah hari dimana ibumu menutup mata untuk dunia, Ibu adalah wanita yang paling kau cintai dan takkan tergantikan oleh siapapun. Selalu kau panjatkan harapan kepadaNya untukmu wanitamu itu, aku yakin itu selalu kau lakukan. Maka jangan pernah kau melupakannya. Keperihan adalah kebahagiaan yang dilimpahkan Tuhan dalam wujud yang lain. Jika dapat kusampaikan kepada ibumu, aku ingin mengucapkan terimakasih karena telah melahirkan anak sepertimu. Aku ingin memperkenalkan diri lalu menjabat dan mencium tangannya.
***
          Mendung mulai membusanai langit, pepohonan terus bergoyang dibelai angin. Melihat waduk sejenak lalu meninggalkannya. Kami sengaja berhenti sebentar, lalu melakukan sholat dhuhur berjamaah. Ia mengimamiku. Rasanya baru pertama ini ia lakukan untukku.
          Di perjalanan, mendung semakin hitam. Kepekatannya membuat titik air mengucur sedikit demi sedikit lalu terkumpul menjadi titik air yang semakin banyak jatuh ke bumi. Aku memilih berteduh dengannya. Hujan dan angin seakan mulai kompak, beradu satu hingga keadaan menjadi semakin dingin. Perlahan ia meraih tangannku.”Kau bisa kedinginan jika kau biarkan tanganmu begitu.” Katanya. “Ini pakai blazerku!”  Ia terus mengenggam tanganku, menghalau dingin yang terasa. Lalu menciptakan kehangatan kecil tersendiri dengan telapak tangan yang kita satukan dan melilit jari-jari tangang kami. Tanpa ucapan terimakasih yang kami ucapkan dengan lisan. Hati kami seakan telah sama-sama berucap terimakasih. Terimakasih telah membuat hari ini menjadi hal yang tak pernah ku lupakan. Ini adalah akhir tahun terindah yang pernah ku alami.





Han Neul Chan
Di kamar, diatas kasur, selasa malam yang sangat dingin.pakek jaket n selimut tebel, tanggal 8 januari 2013. 11:18 pm
:D

0 komentar:

Posting Komentar