Blogger Widgets

Selasa, 12 Februari 2013

Biarkan Hati Berkata part 7


BIARKAN HATI YANG BERKATA *part7*


Tinta merah melukis senja. Aku benar-benar melihat matahari terbenam sore ini, saat sang mentari mulai bersembunyi di balik pegunugan yang hanya bayangannya kulihat, gunung yang berwarna biru dan warna oranye kuning khas mentari terbenam, lalu cahayanya sempat terlukis berceceran di sekitar matahari itu. Mungkin kejadian itu hanya berkisar selama satu menit. Cukup menarik. Namun keindahan matahari terbenam itu tetap tak mampu menghibur hatiku. Aku tersenyum di depan semua orang, tapi sebenarnya hatiku tak demikian. Di setiap langkah, dan apapun yang aku lakukan,aku selalu teringat matahari terbitku. Hal itu begitu mengusik hariku saat ini. Namun kali ini aku merasakan bukan rasa yang manis yang ku alami hari ini. Hari ini, dia begitu dingin. Bertemu denganku seperti bertemu dengan orang yang sama sekali tak ia kenal. Matahari terbitku, kenapa kau berubah menjadi dingin sekali. Kau sangat tidak cocok jika mejadi matahari terbit hari ini karena matahari terbit itu hangat bukannya dingin bagai es di kutub utara seperti ini. Aku tidak kenal matahari terbit yang sedingin ini. Namun memang begitu adanya. Kenapa matahari terbitku? Kenapa tak kau katakan sebelumnya? Apa susahnya jika mencegahku ikut dengan teman. Matahari terbitku, kau memang pecemburu yang hebat. Apa yang harus lakukan? Siapa yang lebih egois did sini? Matahari terbitku, aku bahkan ingin menangis saat kau perlakukan aku seperti ini.

***
“Wahh... bentuk apa ya pudingnya?” 
Matahari terbit, kau mulai mengoceh lagi ya.. kau selalu meneliti apapun yang kau lihat.
“kura-kura”
“mana ada kura-kura yang berbentuk seperti ini?”
“ada saja.”
“tidak, ini namanya dinosaurus?”
“benarkah?”
Matahari terbitku menarik hidungku. Aku benci jika ia menarik hidungku seperti ini.
“Kenapa tak kau pesan saja es krim yang sama?”
“Kalau beda, kita bisa mencicipi.”
“tapi kita selalu rebutan seperti ini. Hey... lihat bibirmu, ada es krim di sana. Caramu makan masih belum benar juga ya.”
“kau banyak bicara!”
Hari itu sepulang sekolah, kami menyempatkan diri untuk makan es krim. Kami memesan dua es krim yang berbeda agar kami bisa saling mencobanya namun ulah dia selalu ada-ada saja. Es krimnya malah ia colekan hidungku. Dasar rese’.
“apa kau masih ingat ini?” Tanyanya sambil mengegenggam tanganku.
“ya... aku selalu mengingatnya, so sweet.”
Dia tersenyum. Lalu kami berbincang-bincang lalu tertawa kecil dan aku sangat suka dengan matahari terbitku hari ini. Ia begitu hangat dan menghangatkanku.

***
Aku keluar dari ruang pengembangan diri sore ini. Langit belum usai juga menumpahkan air matanya, bahkan semakin deras. Lalu kulihat dia disana, ada matahari terbit disana.
“Aku masih sebal denganmu?”
“Kenapa?”
“Kau menyebalkan!”
Aku tersenyum lalu seperti biasanya, aku selalu tertawa di depannya.
“Ini untukmu!”
Ia memberikan jaketnya untukku.
“Lalu ku peluk jaket itu. Matahari terbitku, kau tahu? aku suka jika kau seperti ini. Aku suka jika kau memperhatikanku.
Aku menunggu hujan yang masih saja turun. Lalu ia berada di sampingku, tatapannya seperti tak bersahabat denganku. Aku dapat menangkapnya sejak tadi ia bertemu denganku, yang sama sekali tak peduli denganku. Aku tak suka melihat tatapan itu lalu aku melempar jaket yang barusan ia kasih itu. Aku bergegas untuk pulang.
Perjalanan pulang begitu menakutkan. Aku seperti dikepung air. Hujan deras menghampiriku. Aku merasa bahwa hujan ikut memusuhiku. Kutumpahkan air mata di situ. Hujan, silahkan musuhui aku. Aku memang jahat, untuk apa kau beteman dengan orang jahat sepertiku. Hatiku begitu sesak. Inilah bagian tragedi cinta yang amat ku benci. Aku hafal betul dimana cinta membuat hatiku merasa sesak dan begitu menyakitkan. Aku memang seorang wanita yang lemah dan bodoh namun bukan berarti aku semakin dilemahkan seperti ini.
Hujan semakin menangkapku, aku basah kuyup. Badanku terasa lemas dan kepalaku pening. Tak kan mungkin aku beri tahukan hal ini kepada matahari terbitku, ia sedang membenciku hari ini. Jika aku beri tahu, mungkin ia juga tak kan memperdulikanku jadi ya percumah saja. Itu akan semakin membuat suasana hatiku menjadi buruk. Aku memang salah atas semua hal, kau yang benar.  Mengapa kau benar? Dan aku selalu salah?? Matahari terbitku, marahlah sesukamu. Aku masih di sini, menunggumu sampai kau menjadi hangat kembali.

Senin, 04 Februari 2013

Seven Years of Love


Seven Years of Love
            “Kakak..bagaimana kabarmu? aku merindukanmu. Kenapa kau tidak sms aku?apa kau sedang sibuk?” desis Kevin saat ia termenung di kasurnya, menatap layar hand phone yang sedari tadi digenggaman tangannya, ia sedang menunggu sms seseorang lalu dengan muka kecut ia membanting hand phonenya di atas kasur. Perasaan bosan mulai menghampiri, ia ingin berteriak sekencang mungkin agar kak Reyna mendengar suara hatinya.”hey..cepat tidur !” tiba-tiba ibu nyelonong masuk ke kamarnya dan mengingatkan Kevin agar cepat tidur. Huft..Kevin menghela nafas panjang.
            Seperti biasa hari ini aku mengayuh sepedaku, pagi yang cerah saatnya untuk berangkat sekolah. na..na..na.. entah mengapa pagi ini aku merasa sangat senang. Ku kayuh sepeda dengan santai, matahari juga terlihat tersenyum padaku. Tapi sepertinya bukan matahari saja yang tersenyum padaku tapi bocah laki-laki itu juga tersenyum padaku, lengkap dengan seragam SMPnya, dia nyaris tepat dihadapanku dan hampir saja aku menabraknya.
”hey kau! kenapa bisa ada di sini?”
“aku menunggu kak Reyna?”
“Ah..kau ini. Nanti kau bisa terlambat. Cepat pergi !”
Aku langsung nyelonong pergi tanpa memperdulikan dia, tetap dengan sepedaku yang selalu menemaniku. Kali ini aku terburu-buru karena bisa-bisa aku terlambat,gerbang ditutup dan ochh..tidak kubiarkan hal itu terjadi.
“kakak...semangat !! semoga kau beruntung hari ini”
Bocah itu berteriak kencang saat aku sudah mulai agak jauh darinya.Aku hanya melambaikan tangan dan dia hanya melihat punggungku saja.
Ahh..kau ini selelau seperti itu. Gumamku.
            Sejak adegan tadi pagi sepertinya aku teringat bocah itu. Hmm dia manis juga tapi dia juga terasa lucu.
“Reyna,kenapa kau senyum-senyum sendiri? Apa ada yang lucu? Macam mana pula kau ini? Apakah ada yang aneh dengan diriku?”
Guru kiler yang sering disapa anak-anak si Batak Pula itu melempar kapur ke arahku dan nyaris tepat dikepalaku.
“ohh...ti..ti..tidak pak, tidak ada apa-apa”
Wah..mampus seantero kelas menertawakanku. Aku tidak seaneh yang kalian kira.
Huft..aku menghela nafas panjang.
            Matahari serasa terik, aku menuntun sepedaku keluar gerbang sekolah. Tapi saat kudongakan wajahku yang sedari tadi tertunduk, aku terkejut mataku melotot. Besar seperti bola basket yang sebesar dunia. Bocah itu menungguku di depan gerbang sekolah.
“Kak,aku kemari utukmu.”
“Ada apa kau kemari?aku tidak membutuhkanmu!”
Nadaku ketus
“Kak, kenapa kau tidak sms aku minggu ini?”
“Aku sedang sibuk?”
“Sibuk apa kak?”
“Bukan urusanmu!”
“katakan sibuk karena apa kak?”
“sudah kubilang,itu bukan urusanmu!!!!!!!”
Aku pergi, aku semakin jengkel dengan bocah menyebalkan itu. Kenapa aku bisa mengenal bocah seperti itu? Memang aku ini siapanya.
“kak.....!!!!!”
Dia berteriak memanggilku, dan aku hanya diam saja. Mengayuh sepedaku lebih kencang.
“Baru pulang? ”sapa kak Vino yang sedang di teras rumah.
“iya kak.”Jawabku santai.
“aku pinjam kaset terbarumu ya?’
“ambil saja dikamarku”
Kak Vino masuk kamarku dan. . . .mulutnya bagai kompor meleduk saat menyaksikan kamarku yang super duper berantakan. Di meja belajar tempat kaos kaki lagi nangkring,handuk dengan pedenya diatas kasur,buku-buku berceceran dilantai, sedangkan baju kotor ikut nimbrung di sana. Dan mulut kakak tak berhenti mengomeliku.
“kalau tidak suka, pergi sana! Jangan banyak bicara! Kalau tidak tahan ya kau rapikan saja kamarku!”
Kujawab dengan nada datar, tanpa aku menatap wajahnya. Dan spertinya kakak terlihat marah ia geram dan langsung meninggalkan kamarku. Sepertinya ia tak tahan. Hmm...aku tidak menggubrisnya sama sekali.
Aku menghempaskan tubuhku diatas ranjang. Dan Rasya membaca novel kesukaannya, sahabatku itumemang jarang sekali libur membaca. Dimanapun ada dirinya selalu ada novel ditangannya. Ketika seseorang sedang jenuh meunggu orang lain maka dia tetap tenang dan asyik dengan novelnya, seperti menyatu. Dia cerdas, cantik dan tak banyak bicara. Kepribadiannya juga berlawanan denganku. Dia wanita tulen, gemar bersolek dan memasak. Aku belajar banyak tentang itu darinya, bukan aku yang memintanya tapi dirinyalah yang mengajariku tanpa ku suruh tapi tetap saja aku tidak menyukai hal itu. Kita memang beda tapi kita merasa bahwa kita saling melengkapi, perbedaan itulah yang menimbulkan kesan unik diantara kita. Kita saling mengerti dan mamahami tapi diantara kami tentu aku lah yang paling bawel dan manja.Maaf sobat,aku tidak bermaksut merepotkanmu tapi itulah aku. Kumohon mengertilah.
“Hach..bocah itu !” Mulutku terbuka lebar.
“Brisik! Memangnya ada apa Rey?”
Aku hanya menggeleng dan menyodorkan hand phoneku pada Rasya.
“Kevin mengajakmu dinner???”
“aku bingung dengan bocah itu. Tadi pagi dia menghadangku di jalan,siang menyegatku di gerbang sekolah.Dan sekarang mengajakku dinner. Lalu apa yang dia mau??”
Aku hanya menganggap dia adik dan sepertinya dia juga menganggapku kakak tapi kenapa seolah-olah aku seperti kekasihnya.Kita memang punya hoby yang sama suka game, flim, dan basket. Dan pertemuan pertama kali denganya ketika ban sepedaku bocor di jalan lalu dialah yang menolongku. Semenjak saat itu aku menjadi akrab dengannya.Tapi setelah beberapa hari aku tidak sms dia,mengapa dia terlihat sangat gelisah? Aku semakin pusing dengan bocah ini.
Mendegar hal itu Rasya tertawa terbahak-bahak bahkan hampir menangis.
“Biasanya kan dia mengajakmu main game dirumahnya kalau tidak ya main basket di lapangan dekat rumahnya tapi kali ini...? mm..apa kau mau menghadirinya?”
“entahlah..”
“Kau datang saja rey,bagaimana mungkin kau menolak ajakannya yang amat langka”
“Ah...jangan cerewet ! Aku mau tidur !”
       

            “ini sudah hampir jam tujuh,kenapa kak Reyna belum datang juga.” Kevin mendesah resah saat meungguku di suatu Cafe. Dengan melihat jam tangan ia berkail-kali mengetuk ngetuk meja.Kevin benar-benar bosan melihat orang-orang yang melintas di depannya terlebih melihat orang-orang yang sedang berbincang bersama teman, keluarga ataupun kekasihnya. Dari meja yang ada di cafe itu hanya dialah yang duduk sendirian tanpa teman.Kini Sudah jam tujuh tepat !
            “Maaf apakah aku terlambat?”
Kevin mendongak dan ia terpana melihatku yang ngos-ngosan. Aku memang mengayuh sepeda dengan kencang  agar cepat sampai karena sebelumnya aku bingung harus menghadiri acara ini atau tidak. Karena mengingat Kevin yang sangat mengharapkan kehadiranku, aku tak sampai hati jika menolak ajakan Kevin. Maka dengan terburu-buru aku pergi,tanpa gaun.Hanya dengan Celana jeans, Kaos dan Kemeja kotak-kotak yang sengaja tak kukancingkan,sepatu ket biasa dan rambut yang ku ikat.Dan tampak jelas ekspresi Kevin yang memelototiku dari ujung kaki hingga ujung rambut.
“Owh..tidak kak,kau tidak terlambat sama sekali !”
Kevin tersenyum.
Padahal aku jika sesuai janji, aku telah terlambat 30menit.
Minuman dan makanan pesanan kami sudah datang. Aku dengan lahap memakannya karena aku memang lapar.
“Apakah kakak tadi belum makan?”
Kevin bebicara saat makan dan aku tak langsung menjawabnya,ku kunyah dulu makanan yang ada dimulutku dan aku menelanya,meneguk minuman lalu..
“Di saat makan jangan berbicara,bisa tersedak kau nanti !”
“Iya kakak yang bawel.”
            Usai makan, aku mengelap mulutku dengan tissu,
“Kak,masih ada sisa makanan yang tertinggal di bibirmu”
Kevin mengelap bibirku dan sejenak ia menatapku, tatapan itu nyaris  lekat di depan mataku, sambil tersenyum manis. Senyumnya mempesona bak arjuna yang menatap mesra kekasihnya dan ini tidak seperti biasanya. Keadaan tiba-tiba menjadi hening, tidak ada suara diantara kami. Kami hanya terdiam satu sama lain. Dan tiba-tiba Kevin angkat bicara.
“Kakak cantik sekali malam ini walau tidak dengan memakai gaun dan make up, kakak memang selalu terlihat cantik. Entah sedang tertawa atau marah. Tapi kakak sangat jelek ketika menangis.”
“Hey, kapan kau melihatku menangis?”
“umm....ti..tidak pernah”
Sebenarnya aku pernah melihat kakak menangis di taman,aku tidak tahu kakak menangis karena apa tapi yang aku dengar kakak hanya mengatakan satu hal.”aku benci kau”. Sebenarnya aku tidak percaya bagaimana mungkin kakak dengan kepribadian yang amat cuek bisa menangis sendirian di sini. Hatiku sangat sedih membiarkan kakak seperti itu. Aku ingin menghapus air mata yang menghalangi senyummu, Kak jangan menangis. Lain kali akan kubuat kau tertawa. Maafkan aku kak, aku telah mengintipmu.
“Kak aku sengaja membuat janji ini jam tujuh karena angka tujuh amat penting bagiku.”
“Memangnya kenapa dengan angka tujuh?”
No metter just.......... wait me for seven years again !”
Aku kembali mengayuh sepeda menuju perjalanan pulang, aku melewati ramainya orang-orang berlalu lalang. “wait me for seven years again? Apa itu maksutnya?” Ah.. mengapa aku jadi mempedulikannya tapi yang jadi pertanyaanku kalimatnya menggantung begitu saja, tak ia lanjutkan atau mencoba menjelaskannya padaku.
Hand phoneku bergetar pertanda ada pesan yang mendarat di nomorku.
“kak... ini pertemuan terakhir kita, aku akan berangkat ke Jepang esok bersama ayahku, aku akan tinggal di sana selama beberapa tahun. Kumohon kak, jaga dirimu baik-baik!”
Aku menghela nafas membaca pesan itu, aku tak menyangka.. secepat inikah dia pergi???

Beberapa tahun kemudian
Kesibukanku mulai bertambah semenjak lulus kuliah, aku membuka kedai minuman berbagai rasa di jantung kota. Aku juga mencoba melamar pekerjaan tapi aku sungguh tak ingin jadi karyawan, aku ingin menjadi seorang bos dengan usaha yang berkembang dan memiliki anak buah yang banyak. Kerja kantoran bukan semata-mata pekerjaan yang terlihat wibawa, yaahh.. inilah gayaku, aku masih tetap nyaman dengan penampilan kasualku. Melayani pembeli dengan senyuman itu wajib kulakukan agar pelangganku senang dan bertambah.
Selain itu aku juga mencoba menulis dan mengirimkan tulisanku pada penerbit, tidak yakin akan diterima atau tidak tapi aku berharap.
“Permisi, aku pesan capucino kakak”
Aku mendongak kepada pelanggan yang memesan ini. Dia tersenyum.
“Kira-kira sudah tujuh tahun kan kak???”
Deg... jantungku berdebar. “Kevin” desisku....
            Tujuh tahun telah kulalui, Kevin menepati janjinya ia datang tepat setelah tujuh tahun dia pergi meninggalkanku. Aku tak menyangka ia segera melamarku, aku sungguh terkejut atas jawaban Kevin selama ini. Dan selama ini aku bodoh, aku tak mengakui atau aku tak peka. Aku baru menyadari bahwa aku menyukainya. Tidak. Aku mencintainya..

Minggu, 03 Februari 2013

Biarkan Hati Berkata Part 6


Biarkan Hati yang Berkata *part6*
Aku tetaplah aku, gadis biasa yang tak ubahnya hanya seperti ini. Ku temukan duniaku, dunia baruku sekarang. Aku jarang sekali bercengkrama dengan teman, bahkan jika aku bercengkrama atau berada di tengah-tengah keramaian aku tetap merasa sendiri, sepi dan itu sungguh menyakitkan. Namun itu dulu jauh disaat aku belum mengenal lelaki itu, memang pada hakikatnya bukan ia yang merubah duniaku. Namun dirikulah yang bersedia menerima kehadirannya lalu mulai kuperbaiki duniaku, dunia sepiku.
Baiklah, sekarang akan kunamai lelaki itu. Lelaki yang menyita perhatianku itu. Lelaki yang baru ku kenal 5bulan yang lalu itu. Dia ku namai matahari terbit. Kenapa demikian? Ia selalu membuat hari-hariku menjadi pagi selamanya. Cahayanya adalah cahayaku. Aku memiliki cahaya tapi cahaya itu tak bersinar jika tanpanya. Ia yang mengakhiri malamku selama ini, sebelumnya aku merasa duniaku gelap, hitam dan itu ku anggap malam. Tapi ia datang hadirkan segenap sinarnya, menawarkan aku melihat sinarnya, menyuruhku menikmati cahayanya. Dulu malam yang gelap itu kini menjadi pagi yang hangat. Aku tak menyangka ada matahari terbit sebaik dia. Dialah matahari terbitku, tidak boleh ada yang merebut matahari terbitku, matahari terbit yang hanya milikku. Cahayanya hanya untukku. Cahaya yang tak kan pernah lelah menyinariku sekalipun dunia menutup matanya dan matahari sesungguhnya hilang memenuhi panggilan ilahi. Namun sekalipun aku tak dapat melihat matahari yang sebenarnya, yang ku inginkan hanyalah melihat matahari terbitku. Sampai nanti, sampai aku tak mampu bernafas lagi.
***
Menyedihkan sekali menjadi gadis sepertiku. Kau tahu aku? Jika kau ingin tahu, maka kuharap kau tak kan lelah membaca tulisanku. Aku adalah gadis yang selalu menuliskan dunia-duniaku lewat lembaran-lembaran putih. Dunia nyataku, maupun dunia khayalku. Dunia yang kubuat sendiri, lalu kuizinkan orang lain menikmati duniaku, masuk kedalamnya. Entah mereka suka atau tidak, namun tetap ku izinkan mereka berkata apapun. Menyukai, memuji bahkan mencemooh kerap sekali aku mendengarnya. Aku memang bukan seorang penulis, namun kata “penulis” begitu lekat dalam hatiku, terngiang selalu dalam otakku. Aku memang suka menulis, tapi sayang aku bukan penulis. Bahkan jika pantas atau tidak aku menjadi seorang penulis, aku pun tak tahu. Mana ada penulis yang buruk sekali menumpahkan alur cerita dalam balutan kata-kata indah? Mana ada??? Hah? Bahkan jika kau cari dalam novel-novel dengan penulis ternama tak kan ada yang menumpahkan alur cerita seburuk diriku. Aku ingin sekali berteriak, bahkan duniapun juga ingin kuteriaki. Ku mohon dunia, berilah aku tempat untuk menuangkan karyaku, agar dia yang menjatuhkan karyaku itu tahu bahwa aku masih berhak kau terima. Bahwa kau masih tersenyum membaca tulisanku. Dan dia, matahari terbitku yang selalu ku suruh membaca tulisanku, aku tak tahu dia terpaksa atau tidak membacanya. Aku tak mengerti di dalam hatinya ia berkata buruk atau istimewa namun yang aku tahu setap kali ia usai membaca tulisanku, ia selalu tersenyum dan mengatakan bahwa karyaku tak buruk. Teruslah menulis. Begitu katanya. Matahari terbitku, kali ini aku ingin menulis tentangmu. Bolehkah? Ku mohon.
***
Sore ini, langit membasahi bumi lagi. Titik-titik airnya masih jelas kulihat. Aku bersandar di dinding, sendirian. Menatinya. Matahari terbitku... kapan datang? Aku hampir lelah menunggumu. Kenapa kau tak datang juga. Apa kau tega membiarkanku terseungkur sendirian di sini, ditemani hujan yang suaranya hanya itu-itu saja kudengar. Kau bilang tak kan lama lagi tapi mengapa aku tak kunjung melihat hidung besarmu itu. Bahkan aku hampir tertidur karena menunggumu. 
“maaf sudah menungguku lama.” Matahari terbitku mendekat setelah sekian lama aku menunggunya.
“bukan lama, tapi lamaaaa sekali.”
“hehehe, kau bahkan sampai terkantuk-kantuk.”
Aku mendengus kesal.
“ayo, aku antarkan kau pulang.”
Aku tersenyum, lalu hinggap diboncengannya.
***
Siang ini adalah siang yang tak seperti biasanya, siang yang sengaja kita buat. Matahari terbitku mengatakan bahwa aku dengannya harus membuat kenangan. Aku tak mengerti kenangan apa yang ia maksut. Ia tak pernah mengatakan membuat kenangan denganku, tapi ku lihat matanya. Dan berdasarkan penglihatanku, matanya berkata demikian. Inilah kenangan yang sengaja kita buat. Dan coba lihat nanti, apakah jadi kenangan indah atau justru sebaliknya. Namun dimataku, hari ini harus menjadi kenangan indah, entah sebenarnya indah atau tidak. Namun jika bersama matahari terbitku, harus dan wajib menjadi kenangan indah. Akankah menjadi cerita menyenangkan?
Dingin bernuansa embun menghampiri kita berdua, kabut tebal ikut menyelimutinya. Aku tak kuat menahan dingin yang terasa, seperti di kutub utara saja. Tapi aku tak mampu hidup jika aku benar berada di sana tanpa matahari terbitku. Aku meliriknya, bahkan jika ada matahari terbit tepat di sampingku ini. Tetap saja dingin. “Pegang tanganku” katanya. Aku meraihnya dengan ragu. Ia genggam bahkan erat sekali ia genggam tanganku. Tapi sekalipun tangan kami saling menggenggam dengan telapak tangan yang sama-sama dingin tetap saja dingin. Namun matahari terbitku berkata, tanganku akan menghangatkanmu. Aku percaya itu. Aku tak tahu sampai kapan tangan kami tetap menggenggam tapi yang ku tahu dingin tetap saja menyerang kami berdua. Tapi tunggu sebentar, kami berdua??? Aku rasa di sini banyak orang. Ah.. malas sekali menggubris banyak orang. Entah banyak, sedikit, atau bahkan tak ada orang sama sekali. Tempat ini, waktu ini, suasana ini dan cerita ini hanya milikku, milik matahari terbitku juga. 
“Kau tahu mengapa manusia ditakdirkan memiliki telapak tangan yang bersela, tidak utuh dan setiap sela yang tercipta menjadikannya jari?”
Aku menggeleng.
“Setiap sela yang tercipta ini harus di isi, berikatan lalu menjadikannya utuh”
Ia meraih telapak tanganku, memasukkan jemarinya ke sela-sela jariku.
“Seperti ini.” Katanya
Aku hanya terdiam, menatapnya. Manis sekali kata-kata itu terdengar. 
***
Matahari terbitku, kau bukanlah hanya sekedar matahari terbtitku saja namun kau adalah pelukisku juga. Kau melukiskan tawa, bahagia, sedih, dan tangis. Jika kau adalah pelukisku, maka aku adalah kanvasmu. Teserah padamu, kau ingin mencoret goresan apa saja. Aku tetap di sini, menjadi kanvas yang siap kau lukis. Jika kau melukiskan kebahagiaan, maka kanvasmu ini akan tertawa berterimakasih kepadamu. Jika kau melukiskan kesediahan, maka izinkan kanvasmu ini menangis. Lukiskanlah semua warnamu pada diriku, diriku yang siap menjadi kanvasmu. Buatlah pelangi, matahari, bintang-bintang atau bahkan langit yang mendung atau bidadari tercantikmu. Lalu warnailah sesuka hatimu, aku tetap di sini menjadi kanvas putih yang takkan menolak untuk kau warnai.
“Bolehkah aku membisikkan sesuatu padamu?”
Aku mengangguk
Lalu ia dekatkan mulutnya tepat ditelingaku. 
“ukhibuki”
Aku terperanjat, menoleh ke arahnya. Terdiam. Kata itu mampu membiusku begitu saja. Ku tatap matanya, mata kami bertemu. Bola mataku sudah mampu mewakili jawaban dari kata itu untuknya. Aku tahu diapun dapat membacanya namun tidak adil rasanya jika tak ku balas dengan ucapan juga.
“ukhibuka aidhon”
Matahari terbitku tersenyum, aku juga tersenyum, kami tersenyum. Hari ini telah kau lukiskan warna merah jambu dikanvasmu, lalu warna apa lagi yang kau torehkan untukku esok dan nanti? Akumenunggunya.

Biarkan Hati Berkata Part 5


BIARKAN  HATI BERKATA *part 5*
Hari-hariku benar-benar berubah, semenjak kedatangannya dalam hidupku, ia selalu datang hadirkan segenap cinta yang dimilikinya, setiap hari ia ingatkan makan, sholat, mandi bahkan dari bangun tidur sampai beranjak tidur lagi ia selalu menemaniku. Hah... jika seperti ini terus dilakukan, apakah tidak membosankan? Ah... malas aku berpikir tentang itu. Tuhan, kumohon berikanlah aku waktu tuk merasakan cintanya seutuhnya, jangan cepat Kau hilangkan cinta ini sebelum kami berhasil menyatukan cinta kami hingga batas akhir hayat kami.
Tapi terkadang problematika hadir, ikut campur dengan kisah ini lalu merusak suasana hati. Ketika banyak orang berkata ini itu, bahkan perkataan yang menyayat hati pernah kudengar sendiri, kata-kata itu lebih pedas daripada cabai rawit dan lebih pahit daripada racun. Ia bagai petir yang menyambar hatiku, membuatku merasa remuk redam. Selama ini aku telah terbiasa dengan sepi dan kesendirian. Bila aku gagal menjelaskan perkara yang sebenarnya, aku pasti akan berteman kembali dengan kesendirian. Aku tak ingin mereka membenciku karena ketidaktauan, tetapi aku masih akan tetap tersenyum dibalik cara pandang mereka, mereka hanya salah meneliti bukan karena salah kami meniti.
Malam yang dibusanai dengan mendung ini membuatku tak bisa memejamkan mata. Bukan perkara mudah untuk memejamkan mata kalau pikiranku masih dipenuhi olehnya. Besok akan ada cerita apa lagi, itu yang ada di otakku. Yaahh.. aku hanya dapat membayangkan agar esok menjadi hari yang mengagumkan.
Matahari mulai memahkotai dirinya dengan sinarnya setelah memintai bulan beristirahat di peraduan. Baris-baris sinarnya yang mulai putih pucat memberi salam pada daun-daun dan selarik sinarnya mengecup bibir bunga hingga terbangun dari tidurnya. Kuncup-kuncup kembang terbuka, memepersilahkan embun agar beristirahat dipeluk tanah. Kabut-kabut tipis yang menyelimuti perbukitan mulai merapatkan barisan, lalu melebur bersama alam, sirna bersama kehadiran wajah bulat mentari.
Perasaan yang tak mampu aku mengatakannya telah hadir di siang ini. Lelaki itu menemaniku lagi. Makan bersamanya adalah moment yang kami lakukan siang ini.
 “hey, lihat makanmu, seperti anak kecil!”  Tangannya ikut nimbrung di samping bibirku.
“Hah... apa kau bilang?”
“Belepotan seperti itu, sikap seseorang bisa dilihat dari cara makannya!”
Hah... lalu sikap macam apa aku ini
“Berhentilah mengomentariku, dan habiskan makananmu!”
“Ahhh.. aku tidak suka kubis lalu apa ini, ih aku tidak suka terung!”
“Dasar suka pilih-pilih makanan, coba kau lihat aku, aku memakan sayur-sayuran ini karena aku suka!”
“Yasudah, ini utukmu!”
“Tidak! aku sudah kenyang!”

Bersamanya selalu kutemui hal-hal bawel yang menyenangkan.

“huhuhuhu, kenapa kelapaku hanya ada airnya saja!” Aku mengomel
“Ini, kelapaku banyak dagingnya, ini untukmu saja!”
Usai makan yang super bawel itu, kami duduk memandang indahnya telaga buatan yang ada di depan kami ini.
“Kenapa waduknya sekarang jadi sempit ya... dulu waktu aku masih kecil waduknya luas,”
“Itu karena kau sekarang sudah besar!”
“Aahhh.. dulu aku pernah ke sini bersama keluargaku, waduknya masih luas dan banyak orang memancing di sini.”
“Sudah kubilang, kau sekarang sudah besar!”
“Dulu waktu aku masih kecil, saat duduk disekolah dasar, aku sering menyisihkan jajanku untuk ibu.” Sesaat kami terdiam, aku menoleh ke arahnya yang sedang duduk di sampingku. “Aku rindu saat bersama ibu, aku pernah naik perahu besama ibu. Aku ingin sekali membonceng ibu naik motor, aku ingat saat ibu mengantarkanku ke sekolah, ibu selalu memboncengkanku naik sepeda dan aku bilang padanya jika aku sudah bisa mengendarai motor, akan kuboncengkan ibu. Sekarang aku sudah besar, aku sudah bisa membonceng ibu tapi kenapa ibu begitu cepat meninggalkanku. Aku sangat merindukan ibu.”
Aku menatapnya dengan iba, lalu ia seperti menahan air mata. Kalau mau menangis, menangislah. Aku masih disampingmu, masih bisa kau buat bersandar. Namun selayaknya seorang lelaki ia tak mungkin terlihat lemah, apalagi di depan wanita. Tapi sekuat-kuatnya lelaki, ia pasti akan lemah jika mengingat ibunya. Hari ini adalah hari dimana ibumu menutup mata untuk dunia, Ibu adalah wanita yang paling kau cintai dan takkan tergantikan oleh siapapun. Selalu kau panjatkan harapan kepadaNya untukmu wanitamu itu, aku yakin itu selalu kau lakukan. Maka jangan pernah kau melupakannya. Keperihan adalah kebahagiaan yang dilimpahkan Tuhan dalam wujud yang lain. Jika dapat kusampaikan kepada ibumu, aku ingin mengucapkan terimakasih karena telah melahirkan anak sepertimu. Aku ingin memperkenalkan diri lalu menjabat dan mencium tangannya.
***
          Mendung mulai membusanai langit, pepohonan terus bergoyang dibelai angin. Melihat waduk sejenak lalu meninggalkannya. Kami sengaja berhenti sebentar, lalu melakukan sholat dhuhur berjamaah. Ia mengimamiku. Rasanya baru pertama ini ia lakukan untukku.
          Di perjalanan, mendung semakin hitam. Kepekatannya membuat titik air mengucur sedikit demi sedikit lalu terkumpul menjadi titik air yang semakin banyak jatuh ke bumi. Aku memilih berteduh dengannya. Hujan dan angin seakan mulai kompak, beradu satu hingga keadaan menjadi semakin dingin. Perlahan ia meraih tangannku.”Kau bisa kedinginan jika kau biarkan tanganmu begitu.” Katanya. “Ini pakai blazerku!”  Ia terus mengenggam tanganku, menghalau dingin yang terasa. Lalu menciptakan kehangatan kecil tersendiri dengan telapak tangan yang kita satukan dan melilit jari-jari tangang kami. Tanpa ucapan terimakasih yang kami ucapkan dengan lisan. Hati kami seakan telah sama-sama berucap terimakasih. Terimakasih telah membuat hari ini menjadi hal yang tak pernah ku lupakan. Ini adalah akhir tahun terindah yang pernah ku alami.





Han Neul Chan
Di kamar, diatas kasur, selasa malam yang sangat dingin.pakek jaket n selimut tebel, tanggal 8 januari 2013. 11:18 pm
:D

Biarkan Hati Berkata Part 4


BIARKAN HATI YANG BERKATA *part 4*

Gundah mulai mengusik hatiku, getaran yang tak menentu bagai suara gemuruh petir yang menggelegar. Tak bisa aku menggambarkannya ataupun melukisnya, terlalu sulit jika kulukiskan dengan lukisan nyata, hanya akan mengiris hatiku saja. Aku tertegun, mulutku ternganga dan hentakan hatipun menghampiri, membuatku linglung seketika. Cintaku itu, lelaki yang baru menyatakan cintanya kepadaku tiba-tiba membuatku bodoh selama ini.Tidak! bahkan sahabatku sendiri. Lelaki itu dan sahabatku. Yahh.. mereka berdua terlalu rapi menyimpannya dari hadapanku. Bagaimana tidak, jika lelaki itu tak mengatakannya aku tak kan pernah tau. Aku merasa salah padamu sobat, kau mengucurkan mutiara bening dari matamu demi sang lelaki yang mencintaiku. Kenapa kau tak katakan padaku sebelumnya, aku hanya bisa merobek hatimu tanpa ku tahu. Di depanku kau tampakkan senyum manismu, bercengkrama hangat denganku seolah kau tak tahu apapun. Tapi tanpa ku sadari dibelakangku, hatimu mungkin seperti tergores pisau, hingga menimbulkan luka yang amat perih. Sahabat... aku berterimakasih padamu. Semampuku akan kubalas dengan cintaku setelah kau korbankan cintamu untukku. Kau sahabatku, dan lelaki itu juga sahabatku sekaligus cintaku. Maka tetaplah kalian berdua menjadi sahabat sejatiku.

****
Senja kembali menghampiriku, hujan kembali mengguyur bumi tanpa kusuruh. Aku belum pulang juga sejak tadi pagi. Aku masih berada di sekolah, rasanya aku ingin pulang tetapi langit belum usai menumpahkan tangisnya.
" hey, aku mengecewakanmu, maafkan aku!"
terdengar suara laki-laki itu mengatakan sesuatu padaku.
"mengecewakan? hah sama sekali tidak!"
jawabku enteng
"kenapa kau meninggalkanku saat kompetisi itu!"

"aku tadi dipanggil teman." Jawabku sekenanya

maafkan aku, aku tak bisa melihatmu. Itu hanya akan membuat hatiku tak tenang, lebih baik aku pergi dan berdoa seorang diri agar aku bisa mendengar kabar gembira yang kubawakan untukku. Namun jika kau tak bisa menghasilkan apapun, aku cukup bahagia melihatmu berusaha walau sejenak aku memandangnya.

***
Liburan kembali mewarnai duniaku. Yaa dunia pelajar, rasanya aku ingin tidak ada liburan. Liburan teramat panjang hingga kadang membuatku jenuh, sang lelaki itu takkan pernah merasa jenuh. Bagaimana tidak, hari-harinya selalu diwarnai kesibukan dan sungguh membuatku cemas. Tapi aku hanya bisa berkata pada Tuhan lalu kuceritakan padaNya bahwa aku merindukan dan mengkhawatirkannya. Tak lupa aku minta padaNya tolong jaga dan lindungi dia.
Hari ini, aku kembali jenuh. Aku putuskan untuk keluar rumah bersama teman. Ah.. aku bertemu dengannya. Di tengah-tengah kesibukannya. Sepertinya aku mengganggunya. Ah.. tidak! dia menghampiriku.
deg..deg..deg..
wahh kenapa ini hatiku, kenapa aneh gini.Benar-benar membuatku frustasi.
"kenapa kau kemari? sudah kubilang kan bahwa hari ini akan turun hujan!"
dia mendekat
"siapa yang pergi kesini untuk menemuimu, aku hanya main!"
jawabku asal-asalan
"kau selalu seperti itu, suka ngeyel!"
Dia masih di sampingku

Hujan lagi-lagi menghampiri kami tanpa persmisi. Kesejukannya membuatku tak kuat menahan dingin yang terasa. Kenapa hujan selalu ikut nimbrung di saat aku bersamanya, apa hujan juga ingin merasakan apa yang kami rasakan. Yasudahlah, hujan... temani kami ya!
" sepertinya minum bersama akan terasa menyenangkan di saat susana seperti ini."
ideku tiba-tiba nongol begitu saja
"yaa aku rasa begitu"

Jika aku bersamanya selalu seperti itu tertawa dan bercerita hingga waktu terasa begitu cepat. Kubuatkan jelly untuknya, dia memakannya hingga habis. Membuatku tersenyum mengembang.

"terimakasih sudah kau luangkan waktumu untukku." katanya

Tak ku sangka hari ini terasa menyenangkan.

Biarkan Hati Berkata Part 3


BIARKAN HATI BERKATA *part III*

Dadaku sesak, tanganku gemetar, jantungku terasa tercabik-cabik dan relung hatiku terasa dihantam ribuan batu.Yaahh.. aku merasakan apa yang kau rasakan sahabat. Beban hidup yang kau alami menjadikan dirimu kuat dan tegar seperti ini. Aku beruntung memilikimu, kau ajarkan aku tentang kehidupan yang selalu semulus yang ku kira, kau hadir disamping bukan untuk membagi kebhagiaan, namun kisah yang tak bisa kubayangkanpun kau tuaikan untukku. Sekarang aku mengerti mengapa kau tiba-tiba murung, mengapa kau malas pulang ke rumah. Janganlah kau bersedih atau menangis! Percayalah bahwa kau adalah orang-orang pilihan yang diuji sedemikian rupa karena kau memang pantas diuji seperti ini agar menjadikan dirimu manusia yang tak sembarang manusia. Lukislah senyuman diwajahmu, tunjukkan pada mereka bahwa kau bisa tanpa mereka, bahwa kau mampu membahagiakan mereka, berdoalah kepada Sang pemilik cinta agar hatimu selalu diwarnai cinta kepada mereka. Aku yakin bidadari yang telah melahirkanmu itu juga pasti kan tersenyum di surga.Lalu menyambutmu dengan kedua tangannya, memelukmu dan meneteskan air mata rindu untukmu.Biarkan hatimu berkata dan terdengar olehnya walau tanpa suara.

***
Hujan turun lagi, sepertinya hujan kerap menyapa kita berdua.
"jangan pulang dulu, kita tunggu saja hujan sampai reda!" begitu katanya.Kau adalah dia sahabat yang mencintaiku dan baru saja menyatakan cintamu untukku. Aku paham itu, kita berjanji akan menjadi sahabat yang saling mengerti, tidak baik jika menyegerakan perasaan dengan ikatan yang tak jelas seperti pacaran. Kita hanya ingin seperti ini, saling terbuka, menangis dan tertawa seperti sahabat. Lalu jika memang berjodoh, kita paham bahwa Tuhan akan menyatukan kita. Kita tak pernah mengatakan cinta kecuali hanya satu kali itu, cinta tak perlu dikatakan namun cukup dilakukan dengan cara menjaga cinta itu dengan baik dan benar. Serta tidak perlu ditampakkan.
Kue yang baru saja ku beli untuk ibu masih di pangkuanku.
Dia bercerita banyak hal, menghabiskan waktu dengan tertawa, megatakan hal-hal yang ia suka. Aku dengan sifat kekanakan"anku memakan es krim dengan belepotan. Lalu dia menatapku, dan menertawaiku. Hah.. dia selalu saja seperti itu. Aku tak habis pikir kenapa apa yang dia suka selalu saja bukan hal yang aku suka. Kita berbeda bahkan dari segi apapun kita berbeda namun kita bisa bersatu dengan segala perbedaan yang ada. Ini akan membuktikan bahwa benar hidup dan dunia itu memang berwarna.
"hujan sudah reda, sepertinya kita harus kembali!"
aku bangkit dari dudukku.

"terimakasih banyak telah menemaniku hari ini!"
Aku berbisik dalam hati

Biarkan Hati Berkata Part 2


BIARKAN HATI YANG BERKATA *part II*

Dia.. laki-laki itu, membuat mataku tak mampu melihat. Malam yang hening, bayangannya masih jelas kulihat.Aku tak dapat memejamkan mataku, apa yang ia katakan besok, cerita apa akan yang ia tuaikan untukku? akankah dia melakukan hal yang sama seperti sebelumnya?
emm.. bagai bayangan sinar lampu, terlihat terang. Ya aku melihatnya

***
Siang ini aku keluar kelas, duduk di kelas dan berbincang dengan teman, itu yang kulakukan. Dia.. lewat dihadapanku, tersenyum padaku, aku hanya meliriknya, entah kenapa aku ingin tertawa mwlihatnya. Dia selalu saja seperti itu, membuatku tertawa dan merasakan hati yang nyaman.

***
Bel pulang berbunyi, sontak seluruh ruangan beranjak meninggalkan kelas, tapi aku? aku ingin di sini saja. Rasanya aku ingin sendiri, menantinya, menunggunya dan mendengar ceritanya. Setelah beberapa saat aku menunggu, dia tak datang juga.....rasanya aku hampir lelah, aku ingin pulang saja. Namun, aku harus sabar menunggunya.

Akhirnya dia datang juga, lelaki itu berjalan ke arahku, tersenyum lalu duduk di sampingku. Dia memulai membuka mulut, berbicara padaku.. "ada sesuatu yang ingin ku katakan" katanya.
"ya.. aku akan mendengarnya." jawabku. Berbicara dengannya membuatku tak berani menoleh ke arahnya, ku tutup mataku jika aku bertatap muka dengannya. Melihatnya membuatku tak kuat.
"sesuatu yang mengganjal" sambungnya.
"apa itu?"
"jangan kau tertawakan!"
"tidak, aku tak akan menertawaimu."
Kita terdiam sejenak, hening, tanpa suara. Aku juga tak berani melihatnya.

"saranghae" katanya

Deg.. sontak jantungku berdegup kencang, tanganku bergetar, lidahku kelu, wajahku memerah dan aku tak tahu harus bagaimanana.
"tidak! aku harus menghadapinya!" bantahku dalam hati.
Aku tetap terdiam, semua itu.. pertanda itu, perhatian itu, wajah yang memerah itu, jantung yang deg"an itu, ucapan terimakasih atas rasa ini,terjawab sudah dengan satu kata "saranghae".di hari ini 12-12-12.

Sebenarnya aku sudah tau itu semua, aku hanya pura-pura tak tahu karena malas membahas itu. Perasaan bukanlah hal yang menarik bagiku untuk dibahas namun kali ini aku tak bisa jika mengabaikannya, dia harus tau. Yahh.. itu yang terpenting!

Yaa... "nado saranghe", ya aku juga mencintamu. Maafkan aku yang selalu bersembunyi dan selalu menghindari akan kata-kata ini. Namun biarkanlah kita seperti ini, bermain seperti anak kecil, tertawa dan saling terbuka seperti sahabat serta saling melindungi seperti keluarga.
Hati kita sudah berkata lewat lisan, agar kita saling tahu dan mengerti adanya. Sudah terbaca dengan suara seirama getar dunia. setelah sekian lama bersembunyi di balik melodi cinta yang mengalun harmonis.

Biarkan Hati Berkata Part 1


BIARKAN HATI YANG BERKATA

Siang ini aku berjalan lewat depan kelasnya, kulihat ia sedang duduk di sana. Aku tak berani menolehkan wajahku ke arahnya, aku takut raut wajahku dapat terbaca olehnya. Yaa.. laki-laki itu, hanyalah laki-laki biasa yang tidak berkarisma namun tatapannya tajam, seperti mata elang yang siap membidik mangsanya. Sungguh aku tak mengerti apa arti semua ini, melihatnya seperti sedang melihat sinar matahari yang menyilaukan mataku.
Aku baru mengenalnya tiga bulan yang lalu, aku tak tau apapun tentangnya, yang ku tahu hanyalah nama dan sosoknya. Hanya itu. Namun beberapa orang seperti meneriakiku bahwa dia suka padaku, aku pusing dengan teriakan-teriakan gila mereka.Aku tak percaya itu semua.

Seiring berjalanya waktu dia mulai mendekatiku, aku senang mengenalnya, aku senang berteman dengannya, dia adalah sosok yang menyenangkan. Dia bercerita tentang kehidupannya, pengalamannya, kisah cintanya dan apapun itu yang berhubungan denganya. Dari situ aku mulai mengerti bahwa dia bukan lelaki biasa, ada sorot mata memancarkan aura kasih sayang di sana, yah dia adalah lelaki penyayang, lelaki yang setia walaupun seribu wanita mendekatinya, aku yakin di lubuk hatinya yang paling dalam hanya ada satu bidadari yang ia cinta, ia akan mencurahkan seluruh jiwa raga dan cintanya hanya untuk wanita itu.

***

Jum'at ini adalah jum'at yang tidak terlalu baik untukku. Bibirku kering dan pucat, kepalaku serasa pening, badanku menggigil, aku tak kuat mengikuti pelajaran di kelas. Yang kulakukan hanyalah berbaring di ranjang UKS. Mataku terpejam. Sesaat kemudian ada ucapan salam membangunkanku, laki-laki itu datang untukku. "bagaimana keadaanmu?, apakah kau baik-baik saja?, sudah makankah?, cepat minum obat!". Begitu katanya. Aku tekejut, aku hanya membalasnya dengan senyum. "cepatlah makan agar kau cepat sembuh!".Ia meletakkan makanan untukku di meja lalu berlalu. Yaa.. benar melihatnya membuatku frustasi.

***
Setiap pagi aku seperti bersemangat berangkat sekolah. Pergi ke sekolah seperti sedang pergi mengunjungi taman bunga mawar yang indah. Ya Allah apa yang sedang kurasakan, kenapa aku belum mengerti juga. Dekat dengannya membuatku nyaman, mendengarkan petuah darinya membuat hatiku lega. Setiap kali ia menatapku, aku tak berani melihatnya. Rasanya ingin ku tutup wajahku dengan kedua tanganku agar ia tak bisa melihat wajahku. Terkadang aku sedih jika sehari saja aku tak mendengar kabarnya, aku seperti ingin memperhatikannya, mungkin ia juga membutuhkan perhatian dari seorang wanita, kadang aku merasa bersalah jika mengabaikannya. Dia terlalu baik kepadaku, aku tak tahu harus membalasnya bagaimana. Hanya ucapan ma'af dan terimakasih yang mampu terucap dari bibir mungilku.
Ya tuhan, kadang aku tak percaya bahwa cinta itu bisa tumbuh karena kebiasaan tapi mungkin aku harus membuktikannya. Aku tak mudah mencintai sesoarang namun aku yakin pasti ada kisah lain dibalik semua ini, wahai bintang antarkan sayangku ini padanya agar ia mampu merasakannya.
AKu tak ingin menyakiti hati seseorang lewat lisanku ini, biarkan dia tahu dari hatiku saja. Biarkan dia membaca mataku, perilakuku atau apapun itu. Aku tak ingin menyakitinya. Karena biarkan hati yang berkata.